Kamis, 07 Juli 2016

* Mengenaimu



 

Kalau boleh bertutur inilah tuturan, jawaban & alasan berawal dari sini usia 12 thnn. Anak ini sebut saja sibong. Mengikuti temannya secara tak sengaja melanjutkan disana lembaga pendidikan setingkat smp berada dekat dengan gubuk kelahirannya. Sibong ini berdiam tak banyak berlaga kecuali bila dilawan bicara ia bicara seperlunya sepolosnya. Walau ada yang meremehkan ia tetap disana. Sempat pula mengharukan walinya saat pengumuman juara kelas. Ia sah2 saja belum ada persaingan saat disana. Suatu ketika sepatu sibong sobek sebelah. Ia tak bilang-bilang tidak berharap digantikan baru. Ia malah kancingkan dengan beberapa jarum kancing. 

Sibong selalu mengikuti pergaulan teman-temannya. Kecuali merokok,kecuali menyampak. Bersabar walau diolok-olok teman-temannya. Pernah jadi imam tidak khusuk, namun ia mengikuti pelajaran dari gurunya dengan sangat baik.

Natijahnya adalah saat itu sibong sudah menyaksikan perbedaan, ketidaksepahaman. penulis tidak katakan perpecahan yang dilihatnya dari pembimbing2 disana. Ada problem yang entah lantaran apa dan karena apa ia seolah tak mau tau karena bukan bagiannya. Namun yang jelas ia telah saksikan sendiri ketidaksepahaman tersebut disana.

Lulus dari sana ia melanjutkan keluar dari gubuk menuju kota. Dikota ia ditempa belajar agama juga, walau ada yang tak pantas buatnya menurutnya. Terutama dari teman-temannya yang beragam tabiat karakternya. Ia saksikan belajar hanya sekedar mengejar nilai sehingga kadangkala kurang ta’zim terhadap ilmu dan pemberi ilmu agama saat itu. Ia lihat dari temannya misalkan saja tulisan ayat2 dikantongi disaku belakang celananya dan itu pada saat sedang ada ujian, lagi-lagi untuk mendapat nilai A nilai terbaik mengesampingkan adab terlebih adab ma’al quran.

Sibong bukannya semakin kuat kental pemahaman agamanya malah biasa-biasa. Muncul semacam keanehan tanpa ada keberkahan yang seharusnya ingin ia peroleh. Walau ia lulus dari kota namun salah seorang bu gurunya menyarankan agar ia melanjutkan pendidikan agama kepesantren untuk lebih melanjutkan pemahaman agama sibong saat itu. Luluslah dari kota dan dapat ijazah kota. Orang rumah senang sekali terharu berbangga sibong bisa lulus dapat ijazah kota tingkat sma.

Selepas itu sibong sendiri belum ada gambaran apapun mau ngapain melanjutkan atau gimana ia kosong sama sekali. Orang rumahlah yang bersikeras ingin lihat sibong melanjutkan studinya. Cari Tanya di sana sini. Membawanya ke satu pembimbing semasih di sana dulu. Bermaksud membantu melanjutkan sekolah sibong sebelum bisa mengabdi disana. Berangkatlah berlanjut kali ini berlokasi diluar kota. 

Alhamdulillah . . . 
Tujuan orang rumah ini mulia sangat bermaksud melanjutkan&meneruskan pendidikan sibong terutama memperdalam pemahaman agamanya. Allah tentu menerangi kuburnya dengan cahaya ilmu dengan cahaya ridho ilahi robbi. Amin.Amin.Amin. . . bagi orang yang telah menunjukkan jalan-jalan memperdalam tentang agamaNya.

Berada diluar kota ia disana lebih berbangga merasa diri lebih lantaran berasal dari kota dan terus ia memperdalam pemahaman agamanya. Orang-orang diluar kota sendiri heran kenapa???? karena berbalik 180*, biasanya orang luar kota berdatangan kekota melanjutkan study ini justru tidak. Mereka heran dengan seheran-herannya. 

Natijahnya: Ia belajar dari seorang ulama yang pernah ditemuinya semasih disana. Ia belajar melihat cara belajar ala ulama salaf penuh ketawadduan suasana yang membuat pribadinya nyaman damai bahkan penuh kebahagiaan. Sibong sangat menikmati suasana nyantri diluar kota tersebut dan itu perlahan membuka pikiran dan mungkin hati sibong untuk lebih memahami ajaran agama ini. Karena metode yang ia dapatkan disana lebih kepada pendekatan halus,tulus dan ikhlas tanpa paksaan. Ia damai mendengarkan kajian demi kajian, ceramah demi ceramah dan mutolaah demi mutolaah dari masyaikh sebutan bagi pembimbing(setingkat TG). Seiring waktu iapun ditunjukkan pendidikan formal untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Kali ini jurusan komp.

Kajiannya dilembaga nonformil telah usai sementara lembaga yang lain belum. Muncullah kecemasan demi kecemasan merasa dijadikan pembawa amanah besar bagi keluarga saat kembali nanti. Berupaya semampunya mengamalkan ilmu yang diberi untuk dirinya untuk keluarganya. Gambaran dari sana sudah jelas bagi dirinya merasa tidak mampu karena akan menghadapi dua daratan yang harus pasang dan surut disana. Setelah berpulangnya, sibong seolah kehilangn  sekali lantaran belum bisa memberi buah manis dari perjuangan mereka  selama itu. 

Tinggallah PR besar menunggu setelah habis masa studi nanti. 
Ia nekatcuti dan berlanglang seolah tak mau mendekati apa yang menjadi kekhawatirannya tersebut. Ia ingin bekarja jadi apa-apa saat itu: pengantar barang pada orang lain, Pernah pula jadi pemberi jasa bagi usaha orang lain(Natijahnya: sesuai dengan jurusan) sibong begitu menikmati bersemangan dengan pekerjaan ini. Dari sini ia mulai tak tenang selalu saja perjalanannya mengingatkan pada studi yang ia tinggalkan. Doa demi doa akhirnya muncullah jalan dan yakin jalan itu datang dari Allah swt. Ditawari kerja separo hari kali ini jadi pengantar juga namun dilembaga formal. 

Lembaga formal ini menuntut ia bekarja cerdas sementara sibong namanya juga sibong tak mudah baginya mengikuti aturan-aturan baru. Ia tetap bertahan dan beinisiatif melanjutkan studinya saat itu sambilan pada sore harinya. Jarak tak jadi masalah baginya. Tuntutan kamp harus menyelesaikan tugas akhir saat itu membuat ia kwalahan tak dapat membagi waktu dan focus. Pekerjaannya enggak focuskan, targetnya hanya menyelesaikan studi waktu itu. Akhirnya dengan sendiri ia lepas pekerjaan dan Alhamdulillah sampai selesai studinya. Hanya studi saja!!! 

Sekarang ia masih mencari cari menyelesaikan dari studi yang belum terselesaikan. Sempat dapat tawaran lagi namun tawaran itulah yang jadi boomerang mas-mas mulai menguji identitas sibong. . .

Sibong hanya tetap tawakkal, kekhawatirannya saat itu kini telah didepan mata. . . . ia tersangkut umpan, bukan karena tidak menerima apa-apa namun justru urusannya masih belum selesai disana.
                                                                         
                                                                        To be continue . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar