Kalau boleh bertutur inilah tuturan, jawaban & alasan berawal
dari sini usia 12 thnn. Anak ini sebut saja sibong. Mengikuti temannya secara
tak sengaja melanjutkan disana lembaga pendidikan setingkat smp berada dekat
dengan gubuk kelahirannya. Sibong ini berdiam tak banyak berlaga kecuali bila
dilawan bicara ia bicara seperlunya sepolosnya. Walau ada yang meremehkan ia
tetap disana. Sempat pula mengharukan walinya saat pengumuman juara kelas. Ia
sah2 saja belum ada persaingan saat disana. Suatu ketika sepatu sibong sobek
sebelah. Ia tak bilang-bilang tidak berharap digantikan baru. Ia malah
kancingkan dengan beberapa jarum kancing.
Sibong selalu mengikuti pergaulan teman-temannya. Kecuali
merokok,kecuali menyampak. Bersabar walau diolok-olok teman-temannya. Pernah
jadi imam tidak khusuk, namun ia mengikuti pelajaran dari gurunya dengan sangat
baik.
Natijahnya adalah saat itu sibong sudah menyaksikan
perbedaan, ketidaksepahaman. penulis tidak katakan perpecahan yang dilihatnya
dari pembimbing2 disana. Ada problem yang entah lantaran apa dan karena apa ia
seolah tak mau tau karena bukan bagiannya. Namun yang jelas ia telah saksikan
sendiri ketidaksepahaman tersebut disana.
Lulus dari sana ia melanjutkan keluar dari gubuk menuju
kota. Dikota ia ditempa belajar agama juga, walau ada yang tak pantas buatnya
menurutnya. Terutama dari teman-temannya yang beragam tabiat karakternya. Ia
saksikan belajar hanya sekedar mengejar nilai sehingga kadangkala kurang ta’zim
terhadap ilmu dan pemberi ilmu agama saat itu. Ia lihat dari temannya misalkan
saja tulisan ayat2 dikantongi disaku belakang celananya dan itu pada saat sedang
ada ujian, lagi-lagi untuk mendapat nilai A nilai terbaik mengesampingkan adab
terlebih adab ma’al quran.
Sibong bukannya semakin kuat kental pemahaman agamanya malah
biasa-biasa. Muncul semacam keanehan tanpa ada keberkahan yang seharusnya ingin
ia peroleh. Walau ia lulus dari kota namun salah seorang bu gurunya menyarankan
agar ia melanjutkan pendidikan agama kepesantren untuk lebih melanjutkan
pemahaman agama sibong saat itu. Luluslah dari kota dan dapat ijazah kota.
Orang rumah senang sekali terharu berbangga sibong bisa lulus dapat
ijazah kota tingkat sma.
Selepas itu sibong sendiri belum ada gambaran apapun mau
ngapain melanjutkan atau gimana ia kosong sama sekali. Orang rumahlah yang
bersikeras ingin lihat sibong melanjutkan studinya. Cari Tanya di sana sini.
Membawanya ke satu pembimbing semasih di sana dulu. Bermaksud membantu
melanjutkan sekolah sibong sebelum bisa mengabdi disana. Berangkatlah berlanjut
kali ini berlokasi diluar kota.
Alhamdulillah . . .
Tujuan orang rumah ini mulia sangat
bermaksud melanjutkan&meneruskan pendidikan sibong terutama memperdalam
pemahaman agamanya. Allah tentu menerangi kuburnya dengan cahaya ilmu dengan
cahaya ridho ilahi robbi. Amin.Amin.Amin. . . bagi orang yang telah menunjukkan jalan-jalan memperdalam tentang agamaNya.
Berada diluar kota ia disana lebih berbangga merasa diri
lebih lantaran berasal dari kota dan terus ia memperdalam pemahaman agamanya.
Orang-orang diluar kota sendiri heran kenapa???? karena berbalik 180*, biasanya
orang luar kota berdatangan kekota melanjutkan study ini justru tidak. Mereka
heran dengan seheran-herannya.
Natijahnya: Ia belajar dari seorang ulama yang pernah
ditemuinya semasih disana. Ia belajar melihat cara belajar ala ulama salaf
penuh ketawadduan suasana yang membuat pribadinya nyaman damai bahkan penuh
kebahagiaan. Sibong sangat menikmati suasana nyantri diluar kota tersebut dan
itu perlahan membuka pikiran dan mungkin hati sibong untuk lebih memahami
ajaran agama ini. Karena metode yang ia dapatkan disana lebih kepada pendekatan
halus,tulus dan ikhlas tanpa paksaan. Ia damai mendengarkan kajian demi kajian,
ceramah demi ceramah dan mutolaah demi mutolaah dari masyaikh sebutan bagi
pembimbing(setingkat TG). Seiring waktu iapun ditunjukkan pendidikan formal
untuk mendapatkan gelar kesarjanaan. Kali ini jurusan komp.
Kajiannya dilembaga nonformil telah usai sementara lembaga yang lain belum. Muncullah kecemasan demi kecemasan merasa dijadikan
pembawa amanah besar bagi keluarga saat kembali nanti. Berupaya semampunya
mengamalkan ilmu yang diberi untuk dirinya untuk keluarganya. Gambaran dari
sana sudah jelas bagi dirinya merasa tidak mampu karena akan menghadapi dua
daratan yang harus pasang dan surut disana. Setelah berpulangnya, sibong seolah
kehilangn sekali lantaran belum bisa
memberi buah manis dari perjuangan mereka
selama itu.
Tinggallah PR besar menunggu setelah habis masa studi nanti.
Ia nekatcuti dan berlanglang seolah tak mau mendekati apa yang menjadi
kekhawatirannya tersebut. Ia ingin bekarja jadi apa-apa saat itu: pengantar
barang pada orang lain, Pernah pula jadi pemberi jasa bagi usaha orang
lain(Natijahnya: sesuai dengan jurusan) sibong begitu menikmati bersemangan
dengan pekerjaan ini. Dari sini ia mulai tak tenang selalu saja perjalanannya
mengingatkan pada studi yang ia tinggalkan. Doa demi doa akhirnya muncullah
jalan dan yakin jalan itu datang dari Allah swt. Ditawari kerja separo hari
kali ini jadi pengantar juga namun dilembaga formal.
Lembaga formal ini menuntut ia bekarja cerdas sementara
sibong namanya juga sibong tak mudah baginya mengikuti aturan-aturan baru. Ia tetap bertahan dan beinisiatif melanjutkan
studinya saat itu sambilan pada sore harinya. Jarak tak jadi masalah baginya.
Tuntutan kamp harus menyelesaikan tugas akhir saat itu membuat ia kwalahan tak
dapat membagi waktu dan focus. Pekerjaannya enggak focuskan, targetnya hanya
menyelesaikan studi waktu itu. Akhirnya dengan sendiri ia lepas pekerjaan dan
Alhamdulillah sampai selesai studinya. Hanya studi saja!!!
Sekarang ia masih mencari cari menyelesaikan dari studi yang
belum terselesaikan. Sempat dapat tawaran lagi namun tawaran itulah yang jadi
boomerang mas-mas mulai menguji identitas sibong. . .
Sibong hanya tetap tawakkal, kekhawatirannya saat itu kini
telah didepan mata. . . . ia tersangkut umpan, bukan karena tidak menerima apa-apa
namun justru urusannya masih belum selesai disana.
To be continue . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar